Rabu, 05 Juni 2013

Ayah, Anak dan Seekor Keledai

Di jaman dahulu kala, di sebuah jalan berbukit menuju kota tua Petra, dikisahkan ada seorang ayah dan anak yang berjalan menaiki bukit sambil menarik keledainya. Orang-orang di sekitarnya pun heran, kenapa mereka tidak menaiki saja keledainya? Bukankah jalan berbukit ini cukup melelahkan untuk didaki?

Mendengar kasak-kusuk orang di sekitarnya, mereka pun berinisiatif untuk menaiki keledainya untuk menaiki jalan berbukit itu.

Tidak lama kemudian mereka bertemu beberapa orang di jalan dan mereka pun ditegur “Gila yah kalian ini!?!? keledai sekecil itu kalian naiki berdua? Kalian tidak berperikehewanan yah?”

Sang Ayah yang pertama kali mendengar hal itu pun akhirnya turun dan mulai menuntun keledainya, sedangkan sang anak masih tetap dibiarkan duduk di atas keledai yang digeretnya.

Sambil terus berjalan menaiki bukit, mereka pun bertemu beberapa orang lagi yang menegur anaknya.

“Anak macam apa kamu ini? Membiarkan Ayahmu menarik keledai menaiki bukit! Sedangkan kau hanya duduk santai di atas keledai!” Mendengar hal itu anaknya pun turun dan meminta Ayahnya saja yang menaiki keledai itu, sedangkan dia yang akan menuntun keledai itu menaiki bukit.

Beberapa waktu berselang dan mereka pun bertemu dengan orang yang kebetulan lewat di jalan. Dan seperti sebelumnya, orang yang kali ini mereka temui pun juga mengomel.

“Ayah macam apa kau ini? Membiarkan anakmu terlihat seperti budak dengan menarik keledai yang kau tunggangi sendirian!”

Setelah sekian kalinya mereka mendengar banyaknya orang mengomel atas apa yang mereka lakukan, mereka pun bingung dan mereka berdua akhirnya memutuskan untuk digendongnya sajalah keledainya ini.

Sambil mengendong keledai menaiki bukit, kali ini pun mereka tetap mendengar seseorang mencemooh mereka.

“Kedua Ayah dan Anak ini pasti sudah gila! Bukankah lebih baik apabila mereka berdua menunggangi keledai mereka ini?”
 Didalam hidup seringkali kita mendengarkan perkataan atau bahkan cemooh yang berasal dari sekitar kita. Ketika kita terpaksa pulang malam karena ada kerjaan menumpuk di kantor, tiba-tiba esoknya kita mendengar gossip tidak sedap yang mengatakan hal-hal buruk “kenapa kita pulang malam”; Ketika kita yang sudah berniat untuk diet, tiba-tiba berhenti karena diimingi-imingi oleh enaknya makanan di restoran yang baru saja rekan kita kunjungi; ketika kita yang sudah berniat ambil master degree di luar negeri terpaksa harus membatalkan, karena mendengar asumsi salah seorang rekan yang belum tentu benar, dan lain sebagainya.

Cemooh sering datang dan berlalu seiring berjalannya waktu dan mungkin tidak akan pernah berhenti, namun sikap kita merespon cemooh itulah yang harusnya kita pertimbangkan. Jangan sampai seperti kedua Ayah dan anak itu yang tidak punya tendensi dan selalu “dengan terpaksa” menuruti keinginan orang-orang di sekitar mereka.

Kitalah yang tahu apa yang sebenarnya harus kita lakukan dan kitalah juga yang tahun akan arah yang akan kita tuju. Boleh saja mendengarkan perkataan atau kritikan dari rekan sekitar kita, tapi jadikan itu sebagai referensi saja untuk mengarungi hidup ini. Jika memang perkataan mereka berguna untuk pengembangan diri kita, jadikan hal itu sebagai masukan untuk diri kita kedepannya. Jika menurut anda tidak, sudah lupakan saja. Anda sendirilah yang tahu kemana kelak bahtera kehidupan anda berlabuh.


Bagus Berlian

May 30th, 2013

Tidak ada komentar:

Posting Komentar