Selasa, 15 Februari 2011

Technopreneurship Week Day 3rd : Sinergi Antara Teknik dan Bisnis

Technopreneurship Week telah memasuki hari ketiga. Dari keseluruhan rangkaian acara yang telah saya ikuti sampai hari ini, mulai dari orasi rektor, sambutan dekan, presentasi dari berbagai macam institusi seperti BNL patent hingga konsep-konsep bisnis yang dipresentasikan oleh para mahasiswa peserta (yang kebanyakan dari jurusan teknik) saya semakin sadar akan pentingnya konsep technopreneurship di dalam dunia pendidikan Indonesia. Namun yang perlu dipertanyakan adalah, bagaimana caranya kita memasukkan konsep technopreneurship ini di dalam dunia pendidikan Indonesia? Ada yang tahu? Mungkin salah satu alternatifnya adalah mempertemukan antara mahasiswa jurusan teknik dengan mahasiswa jurusan bisnis.

Bapak David Sukardi Kodrat dalam Orasinya
Problem yang dihadapi oleh mahasiswa teknik di Indonesia sejauh ini tak jauh
dari kata pemasaran. Banyak mahasiswa teknik di Indonesia yang mampu menciptakan suatu alat yang sangat innovative seperti
lampu herbal elektrik dengan fungsi gandanya (penerangan sekaligus aromatheraphy sprayer) hingga alat perah susu mekanis yang kualitasnya bersaing dengan produk impor. Namun sayangnya mereka tidak tahu bagaimana cara mengkonsep fungsi bisnisnya, mereka tak tahu bagaimana harus mengkonsep 4 P-nya. Sungguh ironis sekali. Selain hasil intelektualitasnya yang terbengkalai, proyek yang ada pun tidak mampu berjalan secara sustainable. Padahal apabila proyek ini mampu terus dijalankan, bukan hanya sang penemu saja yang merasa beruntung, tetapi para konsumen pun merasa semakin senang karena mereka semakin termanjakan.

Kerjasama Antar Mahasiswa sangat dibutuhkan
Dilihat dari sudut pandang mahasiswa bisnis, umumnya problem mereka tak jauh dari “jebakan trading”. Banyak diantara mahasiswa bisnis yang dalam prakteknya bukan meng-create suatu produk yang mampu menjawab kebutuhan pasar. Mereka malah terjebak dalam “jebakan trading” yang membuat mereka hanya mampu memperdagangkan barang saja, seperti menjual aksesoris mobil, pernak-pernik, komoditi agrikultur hingga makanan. Lantas, apa bedanya seorang entrepreneur dengan pedagang? Saya tidak menyalahkan sepenuhnya apabila mahasiswa bisnis itu berdagang, karena toh sejak awal masuk sekolah bisnis (dalam hal ini Universitas Ciputra) kita telah diajarkan untuk peka terhadap pasar. Tapi, dilihat dari nilai filosofisnya, seorang entrepreneur adalah mereka yang mampu “merubah sampah menjadi emas” dengan kata lain meng-create suatu produk atau jasa yang innovatif yang mampu diterima pasar. Tapi, minimnya pembelajaran akan teknik produksi di sekolah bisnis menjadikan mahasiswanya bagai seorang penjelajah yang lumpuh. Mereka tahu bahwa nan jauh disana ada potensi (pasar) besar yang bisa didatangi, namun mereka tak tahu bagaimana caranya agar bisa sampai kesana karena toh memang tak bisa.

 Dari dilemma yang dihadapi diatas, sudah selayaknya mahasiswa dari jurusan teknik dan bisnis bersatu dalam bentuk kerjasama mutualisme, sehingga banyak produk dari mahasiswa teknik yang mampu “diselamatkan” sedangkan mahasiswa bisnis “tidak lumpuh” lagi dan mampu mengejar potensi pasar.

Bersambung ke inspirasi hari keempat Technopreneurship Week (Terakhir)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar