Senin, 20 Desember 2010

SOCIAL ENTREPRENEUR : Aktor Pembangun Indonesia yang Unggul, Mandiri dan Siap Menyongsong Masyarakat Ekonomi Asia 2025

TANTANGAN BESAR INDONESIA



Raksasa yang Tertidur
Indonesia merupakan salah satu Negara yang memiliki masalah di dalam pembangunan negerinya.  Banyaknya sumber
daya dan keaneka ragaman hayati yang belum tergarap secara maksimal merupakan suatu bukti bahwa pembagunan Indonesia belum effektif dan effisien. Padahal Dinamika sistem kehidupan internasional saat ini berjalan cepat dan semakin cepat, kompleks, serta simultan. Sering kali dinamika itu mengejutkan karena terjadi di luar dugaan atau perhitungan akal.
Hal ini sangatlah disayangkan, karena secara geografis letak Indonesia dapat dikatakan strategis. Terletak diantara 6o lintang utara – 11,8o lintang selatan dan 95o bujur barat – 141,45o bujur timur menjadikan Indonesia sebagai Negara dengan iklim tropis yang kaya akan sumber daya alam, mulai dari hasil perhutanan, pertanian, pertambangan, hingga kelautan.  Tapi sayangnya, kebanyakan masyarakat Indonesia belum bisa menggarap sumber daya alam tersebut menjadi suatu produk yang bernilai tambah di mata pasar. Padahal kekayaan sumber daya alam ini menyimpan potensi yang luar biasa apabila dapat dimanfaatkan secara maksimal.

Sebagai contoh, kebanyakan pengusaha kayu di Indonesia hanya bisa menjual kayu mereka secara gelondongan. Mereka mengekspor  kayu tersebut secara “mentahan” ke beberapa perusahaan asing di Cina maupun Hong Kong untuk selanjutnya diolah menjadi suatu produk  yang memiliki nilai lebih tinggi seperti furniture. Padahal apabila mereka sadar akan peluang tersebut, nilai financial dan estetika yang akan mereka dapatkan jauh lebih tinggi dibandingkan dengan menjual secara “mentahan”.

Selain letaknya yang strategis secara geografis, wilayah Indonesia sangatlah luas. Terdiri dari 17.508 pulau dengan luas daratan  mencapai 1.922.570 Km2, sedangkan luas lautan mencapai 3.257.483 Km2. Harusnya masyarakat Indonesia dapat menggali potensi di balik berkah itu. Belum lagi ditunjang dengan territorial batas laut yang mencapai 12 mil dari bibir pantai, serta Zona Ekonomi Eksklusif yang mencapai 200 mil dari bibir pantai searah mata angin. Alangkah baiknya kesemua berkah itu dapat digunakan secara maksimal demi membangun Indonesia yang unggul dan mandiri.

Rupanya, akar permasalahan dari semua ini terletak pada kualitas sumber daya manusia Indonesia yang kurang kompeten dalam memaksimalkan kekayaan negara yang ada.

Kita semua tidak dapat menampik fakta masih banyak sumber daya manusia Indonesia yang tidak siap memenuhi kebutuhan masyarakat. Mereka belum bisa melakukan suatu hal yang produktif yang mampu mensejahterakan masyarakat di sekitarnya. Padahal, sejatinya mereka berada dalam usia produktif. Akibatnya, mereka hanya memberatkan anggaran kesejahteraan sosial saja. Satu hal yang perlu dipertanyakan, apakah sumber daya manusia Indonesia yang seperti ini siap menghadapi dinamika kehidupan internasional yang berjalan semakin cepat, kompleks serta simultan?

Tantangan di Depan Mata



Salah satu dinamika sistem kehidupan internasional yang akan dihadapi oleh Indonesia dan akan memberikan dampak yang sangat signifikan di berbagai sektor seperti politik, ekonomi, sosial, budaya, serta teknologi adalah Masyarakat Ekonomi Asia atau yang lebih terkenal disebut dengan Asia Economic Community yang akan dimulai pada tahun 2025.

Masyarakat Ekonomi Asia adalah program kerjasama antara ASEAN, Jepang, Cina, Korea Selatan dan India yang mana fokus utama program kerjasama ini menyasar pada bidang moneter dan keuangan, pertumbuhan blok perdagangan regional, investasi asing langsung, serta transfer teknologi dan keterampilan. Program kerjasama ini bertujuan untuk membangun kekuatan ekonomi Asia yang baru, yang terdiri dari Negara-negara dengan pertumbuhan ekonomi tercepat di Dunia.

Beberapa pakar ekonomi dunia meramalkan bahwa Masyarakat Ekonomi Asia (MEA) akan memiliki daya saing yang lebih tinggi dibandingkan dengan Uni Eropa ataupun NAFTA (North America Free Trade Agreement) yang lebih dahulu dibentuk. Dilihat dari segi ketersediaan sumber daya yang ekonomis, jelas bahwa Asia lebih unggul. Dari segi daya beli, MEA akan memiliki pendapatan nasional kotor sebesar $ 13 triliun, jauh lebih besar daripada NAFTA ataupun Uni Eropa. Nilai ekspor MEA sendiri diramalkan akan naik sebesar $ 1.37 triliun tiap tahunnya, lebih besar daripada NAFTA yang hanya mencapai $ 1.2 triliun. Sedangkan nilai gabungan cadangan devisa JACIK sendiri pada tahun 2002 sudah mencapai $ 1.3 triliun, jauh lebih besar dibandingkan dengan cadangan AS dan Uni Eropa apabila mereka disatukan. Oleh karena itu, wilayah ini akan memiliki pasar yang cukup besar dan sumber daya keuangan yang kuat untuk mendukung dan mempercepat pembangunan perekonomian Negara-negara anggota MEA.

Dalam implementasi Masyarakat Ekonomi Asia, diramalkan juga akan terjadi transfer Teknologi dan keterampilan serta pemerataan skill tenaga kerja secara besar-besaran di seluruh wilayah negara anggota MEA. Hal ini didukung oleh penghapusan pajak bea-cukai di dalam proses pengiriman barang dalam lingkup anggota MEA, tidak berlakunya lagi visa ataupun passport apabila ingin bertandang atau menetap di Negara-negara lain anggota MEA hingga kebijakan satu mata uang yang akan mempermudah para warga Negara anggota MEA dalam bertransaksi.

Masalah muncul dari dalam negeri khususnya dari aspek kesiapan sumber daya manusia Indonesia dalam menghadapi dinamika Masyarakat Ekonomi Asia yang rencananya akan mulai diimplementasikan pada tahun 2025. Saat ini Indonesia masih dihadapkan dengan permasalahan rendahnya daya saing sumber daya manusia Indonesia di dalam kehidupan ekonomi nasional. Jumlah pengganguran saat ini diperkirakan mencapai 9,13 juta jiwa. Menurut sumber data BPS hal ini diestimasi dari jumlah lulusan perguruan tinggi yang masih belum mempu memenuhi kebutuhan pasar tenaga kerja dan juga PHK yang terjadi di beberapa perusahaan dalam negeri. Tingginya jumlah pengangguran ini dikarenakan skill yang dimiliki tidak sesuai dengan job description yang diminta perusahaan, serta takutnya generasi muda Indonesia untuk mandiri memulai suatu usaha sendiri. Dari sumber data tersebut bisa diketahui bahwa daya saing sumber daya manusia Indonesia masih bisa dikatakan rendah di dalam negeri sendiri. Hal ini memunculkan pertanyaan bagaimana jika sumber daya manusia Indonesia ini dihadapkan pada persaingan yang lebih luas seperti Masyarakat Ekonomi Asia? Tentu hal ini akan menjadi permasalahan yang lebih rumit lagi apabila sumber daya Indonesia sendiri tidak memiliki kesiapan dan daya saing guna menyongsong program tersebut.

MENJADI BANGSA YANG UNGGUL DAN SIAP MENYONGSONG MASYARAKAT EKONOMI ASIA 2025



Membangunkan Raksasa yang Tertidur
Dewasa ini, social entrepreneur menjadi semakin populer terutama setelah salah satu tokohnya Dr. Muhammad Yunus, pendiri Grameen Bank di Bangladesh memenangkan hadiah nobel untuk perdamaian tahun 2006. Namun di Indonesia sendiri kegiatan seperti ini masih belum mendapat perhatian serius dari pemerintah maupun tokoh masyarakat karena memang belum ada keberhasilan yang menonjol secara nasional. Oleh karena itu upaya untuk memasyarakatkan social entrepreneur harus mendapat dukungan dari semua lapisan masyarakat di Indonesia agar tercipta sumberdaya manusia yang unggul dan mandiri, sehingga mampu menciptakan kesejahteraan bersama.

Pengertian sederhana dari social entrepreneur adalah seseorang yang mengerti permasalahan sosial dan menggunakan kemampuan entrepreneurship untuk melakukan perubahan sosial, terutama meliputi bidang kesejahteraan masyarakat, pendidikan dan kesehatan. Jika business entrepreneur mengukur keberhasilan dari kinerja keuangan maka social entrepreneur mengukur keberhasilannya dari manfaat yang dirasakan oleh masyarakat.

Dari pengertian sederhana tersebut maka social entrepreneur sesungguhnya adalah pelaku atau aktor perubahan yang mampu untuk :
Ø  Melaksanakan cita-cita mengubah dan memperbaiki nilai-nilai sosial sehingga membawa kesejahteraan bagi masyarakat sekitar
Ø  Menemu kenali berbagai peluang untuk memberi nilai tambah pada setiap kekayaan sumber daya Indonesia
Ø  Selalu melibatkan diri dalam proses inovasi, adaptasi dan pembelajaran yang terus menerus
Ø  Bertindak tanpa menghiraukan berbagai hambatan atau keterbatasan yang dihadapinya
Ø  Memiliki akuntabilitas dalam mempertanggungjawabkan hasil yang dicapainya kepada masyarakat.

Berdasarkan beberapa poin diatas, ternyata social entrepreneur mampu memberikan daya cipta nilai-nilai sosial maupun ekonomi yang mampu berperan sebagai penstimulus pembangunan kesejahteraan nasional.

Adapun peran-peran tersebut antara lain :
1.    Menciptakan Kesempatan Kerja
Manfaat ekonomi yang dirasakan dari social entrepreneurship di berbagai negara adalah penciptaan kesempatan kerja baru yang meningkat secara signifikan. Penelitian yang dilakukan oleh John Hopkins University pada tahun 1998 di 13 negara menunjukkan bahwa tenaga kerja yang bekerja di sektor ini berkisar antara 1 – 17%.

Selain itu memberikan pula peluang kerja pada penyangdang cacat untuk dilibatkan dalam kegiatan produktif. Keberhasilan Muhammad Yunus antara lain adalah kemampuan memberdayakan 6 juta wanita menjadi kekuatan yang produktif secara ekonomi dan memberdayakan ribuan pengemis untuk melakukan kegiatan yang lebih produktif.

Bayangkan jika Indonesia memiliki banyak orang seperti Muhammad Yunus, tidak menutup kemungkinan pengangguran Indonesia yang berjumlah 9,13 juta jiwa dapat berubah menjadi pribadi yang produktif yang siap mengelola kekayaan sumber daya alam Indonesia menjadi produk yang memiliki nilai tambah di mata pasar.
2.   Melakukan Kreasi dan Inovasi Baru terhadap Sumber Daya Alam Indonesia hingga Menjadi Produk yang Memiliki Nilai Tambah
Tidak dapat dipungkiri bahwa selama ini sumber daya alam Indonesia yang melimpah ruah hanya mampu diperdagangkan secara “mentahan” saja oleh sebagian besar pengusaha Indonesia. Hal ini sangat disayangkan karena sumber daya yang ada harusnya dapat dihasilkan menjadi suatu produk yang bernilai tambah sehingga mampu mendongkrak pendapatan Negara. Dengan adanya social entrepreneur diharapkan mampu menjawab tantangan ini sehingga memberikan dampak pembangunan ekonomi secara signifikan.
3.   Modal Sosial
Modal sosial merupakan bentuk paling penting dari berbagai modal yang diciptakan social entrepreneur, karena social entrepreneur meletakkan nilai-nilai sosial seperti saling pengertian, menghormati dan bekerjasama di atas nilai-nilai financial.
4.   Peningkatan Kesetaraan
Salah satu tujuan pembangunan ekonomi adalah terwujudnya kesetaraan dan pemerataan kesejahteraan masyarakat. Dan melalui social entrepreneurship tujuan tersebut dapat diwujudkan, karena pelaku bisnis yang semula hanya memikirkan keuntungan financial selanjutnya akan tergerak pula memikirkan pemerataan kesejahteraan agar pembangunan ekonomi dapat berjalan secara berkelanjutan.

Berjaya dalam Masyarakat Ekonomi Asia 2025
Berkaca pada tantangan yang akan dihadapi Indonesia pada tahun 2025 yakni Masyarakat Ekonomi Asia, hendaknya kegiatan kegiatan social entrepreneurhip semakin digalakan. Karena tantangan ini  akan memberikan dampak yang sangat signifikan di berbagai sektor seperti politik, ekonomi, sosial, budaya, serta Teknologi. 
Sebaiknya harus ada keberanian untuk mulai membentuk aktor perubahan sehingga setiap individu harus diupayakan untuk dapat menjadi aktor perubahan di lingkungannya. Dengan demikian masalah rendahnya daya saing sumber daya manusia Indonesia dapat teratasi dan siap berjaya dalam dinamika Masyarakat Ekonomi Asia 2025.


Referensi : 
Dees, Gregory J., The Meaning of Social Entrepreneurship, Kauffman Center for Entrepreneurial Leadership, 1998.
Drayton Bill, Everyone a Changemaker, Social Entrepreneurship`s Ultimate Goal, Innovations, MIT Press, 2006.
Harefa, A dan E. E Siadari. 2006. The Ciputra`s Way. Jakarta : Elex Media Komputindo.
PERAN SOCIAL ENTREPRENEUR DALAM PEMBANGUNAN. Setyanto P. Santosa. Dosen FE UNPAD / Komisaris PT. Indosat Tbk
Yunus, Muhammad, Banker to the Poor, Alan Jolis Public Affairs, New York, 1999.   

Tidak ada komentar:

Posting Komentar